BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tujuan pendidikan nasional
pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan
nasional yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan nasional yang terdapat di
undang-undang sisdiknas No 20 tahun 2003 yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri menjadi warga negara yang
demokratis serta tanggung jawab.”
1
|
Untuk mewujudkan hal
tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya Usaha tersebut diantaranya adalah dengan penyempurnaan
kurikulum pendidikan, meningkatkan kualitas pendidik, melengkapai sarana dan
prasarana pendidikan, adanya bantuan operasional sekolah (BOS) dan usaha
lainnya. Namun, mutu pendidikan di negara kita belum mencapai
hasil yang memuaskan.
Hal ini diungkapkan oleh Iskandar Agung (Wesly, 2013:2) :
Salah satu isu yang
banyak disorot oleh berbagai pihak dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional
adalah rendahnya pencapaian hasil pendidikan yang diperoleh anak didik,
terutama di jenjang pendidikan dasar. Rendahnya pencapaian mutu di jenjang
pendidikan dasar ini, diprediksi langsung berpengaruh terhadap rendahnya
kualitas pencapaian pendidikan di jenjang yang lebih di atas.
Hal diatas
mencerminkan bahwa kualitas pendidikan nasional masih belum mencapai hasil yang
menggembirakan. Matematika
merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Mengingat
begitu pentingnya peran matematika dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka
matematika dijadikan sebagai mata pelajaran inti yang harus dipelajari oleh
siswa semenjak jenjang Pendidikan Dasar sampai ke jenjang Pendidikan Menengah.
Perkembangan matematika yang begitu pesat menuntut
guru untuk lebih mengembangkan dirinya. Hal ini mesti terjadi karena guru
adalah orang yang memegang peranan dalam proses pembelajaran bagi siswa. Guru
harus mampu membuat siswa mempelajari, mengerti, memahami, dan menguasai setiap
konsep dari setiap materi pelajaran yang
diajarkan secara matang serta mampu
menerapkannya ke kehidupan yang nyata.
Berdasarkan hasil
observasi di kelas X SMK N 2 Padang Panjang tahun 2012, hasil belajar siswa
dalam pembelajaran matematika masih dalam tataran yang sangat rendah yaitu
dibawah KKM yang ditetapkan sekolah yakni 70. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Persentase Nilai Murni Ujian
Semester Ganjil
Kelas X SMK N 2 Padang Panjang Tahun Pembelajaran 2012/2013
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
Tuntas ( ≥ 70 )
|
Tidak Tuntas ( < 70 )
|
||
Jumlah Siswa
|
Persentase
|
Jumlah Siswa
|
Persentase
|
||
X-RPL 1
|
33
|
10
|
30,3 %
|
23
|
69,7 %
|
X-RPL 2
|
34
|
12
|
35,3 %
|
22
|
64,7 %
|
X-RPL 3
|
32
|
11
|
34,3 %
|
21
|
65,7 %
|
X-TKJ 1
|
33
|
9
|
27,3 %
|
24
|
72,7 %
|
X-TKJ 2
|
35
|
13
|
37,1 %
|
22
|
62,9 %
|
X-TKJ 3
|
34
|
8
|
23,1 %
|
26
|
76,9 %
|
X-MM 1
|
34
|
9
|
26,5 %
|
25
|
73,5 %
|
X-MM 2
|
33
|
10
|
30,3 %
|
23
|
69,7 %
|
Sumber:
Guru mata pelajaran matematika SMK N 2 Padang Panjang
Keterangan
:
TKJ : Teknik Komputer dan Jaringan
RPL : Rekayasa Perangkat Lunak
MM : Multimedia
Hasil belajar siswa yang
rendah disebabkan karena pada proses pembelajaran matematika berlangsung secara
mekanistik artinya hafalan, sehingga
siswa tidak dapat memecahkan masalah dengan konsep matematika yang dipelajari.
Akibatnya siswa belajar tidak lebih dari mengingat dan kemudian melupakan
fakta-fakta dan konsep dari suatu pembelajaran dan tidak dapat menerapkan dalam
dunia nyata.
Untuk dapat memecahkan
masalah dengan suatu konsep atau teori dalam matematika bukanlah suatu
pekerjaan mudah. Sehingga untuk mempelajari matematika dengan
baik diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang cocok dalam pembelajaran adalah pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME).
Pembelajaran dengan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu
tipe pembelajaran terkait dengan dunia nyata dimana dalam pendekatan
pembelajaran ini menekankan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah yang
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Hal ini perlu dilakukan agar
siswa dapat memecahkan masalah berdasarkan fakta-fakta dan dapat menemukan
konsep-konsep sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu,
untuk melihat apakah proses pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) efektif terhadap meningkatnya
pencapaian akhir hasil belajar siswa sebanyak 75 % yang mencapai KKM, maka peneliti
bermaksud mengadakan penelitian yaitu “Efektifitas Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) Dengan Menggunakan LKS dalam
Pembelajaran Matematika Kelas X SMK N 2 Padang
Panjang ”.
B.
Identifikasi
Masalah
Bertolak
dari latar belakang permasalahan maka muncul beberapa permasalahan yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Dalam proses pembelajaran matematika masih berlangsung secara mekanistik.
2.
Siswa tidak mampu memecahkan masalah berdasarkan fakta-fakta dengan
menggunakan konsep-konsep yang dipelajari.
3.
Hasil belajar siswa masih banyak yang di
bawah KKM
4.
Siswa kurang menguasai konsep dasar
matematika
5.
Siswa tidak dapat menerapkan konsep – konsep matematika yang dipelajari
dalam dunia nyata.
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi
masalah di atas, maka perlu bagi peneliti untuk membatasi masalah guna
menghindari meluasnya cakupan pembahasan karena beberapa pertimbangan antara
lain keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Oleh karena itu peneliti akan
membatasi masalah pada objek penelitian yaitu :
1. Keefektifan pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika terhadap
pencapaian akhir hasil belajar siswa pada ranah afektif meningkat hingga 75 %.
2. Keefektifan pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika terhadap
pencapaian akhir hasil belajar siswa pada ranah psikomotor meningkat hingga 75
%.
3. Keefektifan pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika terhadap
pencapaian akhir hasil belajar siswa pada ranah kognitif meningkat hingga 75 %
yang mencapai KKM.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah
efektif menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam
pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan meningkatnya
hasil belajar siswa sebanyak 75 % yang mencapai KKM ?
E.
Pertanyaan
Penelitian
Agar
masalah yang dirumuskan dapat dikaji lebih dalam, maka diajukan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah efektif menggunakan pendekatan Realistik Mathematic Education
(RME) dalam pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan pencapaian akhir hasil belajar pada ranah afektif meningkat sebanyak 75% ?
2. Apakah efektif menggunakan pendekatan Realistik Mathematic Education
(RME) dalam pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan pencapaian akhir hasil belajar pada ranah psikomotor meningkat sebanyak 75%
?
3. Apakah efektif menggunakan pendekatan Realistik Mathematic Education
(RME) dalam pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan pencapaian akhir hasil belajar pada ranah kognitif meningkat sebanyak 75%
yang mencapai KKM ?
F.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan di atas. Secara rinci
tujuan tersebut adalah untuk mengetahui :
1. Pendekatan Realistik Mathematic Education (RME) efektif digunakan
pada pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan pencapaian akhir hasil belajar pada ranah afektif meningkat sebanyak 75%.
2. Pendekatan Realistik Mathematic Education (RME) efektif digunakan
pada pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan pencapaian akhir hasil belajar pada ranah psikomotor meningkat sebanyak
75%.
3. Pendekatan Realistik Mathematic Education (RME) efektif digunakan
pada pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dengan pencapaian akhir hasil belajar pada ranah kognitif meningkat sebanyak 75%
yang mencapai KKM.
G.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan setelah
penelitian ini dilaksanakan adalah :
1.
Bagi guru matematika,
sebagai masukan untuk mengembangkan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
2.
Bagi peneliti sendiri, untuk menambah pengetahuan
dan pengalaman dalam mempersiapkan diri sebagai calon seorang guru
3.
Bagi peneliti lain, sebagai
tambahan wawasan dalam melakukan penelitian sejenis
4.
Bagi siswa, sebagai pembelajaran sehingga dapat aktif dalam
pembelajaran dan menyelesaikan masalah tanpa melupakan fakta-fakta dan konsep
yang ada dalam matematika.
9
|
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1.
Efektivitas
Pembelajaran
Dalam kamus Inggris-Indonesia (dalam Budiono, 2000:96), efektivitas berasal dari kata “effective”,
yang artinya “berhasil” atau “ditaati”. Efektivitas (berjenis kata benda)
berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga (2003:284) yang disusun oleh Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan nasional, efektif adalah: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruh,
kesannya), (2) manjur atau mujarab, (3) dapat membawa hasil; berhasil guna, (4)
mulai berlaku.
Sementara itu menurut Hamdani
(2011:55) cara mengukur efektivitas adalah menentukan tranferbilitas (kemampuan
memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam
waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi yang lain,
strategi itu lebih efektif. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill
yang dipelajari lebih besar dicapai melalui strategi tertentu dibandingkan
strategi lain, strategi tersebut lebih efektif untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian di atas
disimpulkan bahwa pengertian efektivitas pembelajaran adalah ukuran
keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan
guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penekanan
efektifitas pada penelitian ini adalah sejauh mana pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) pada pembelajaran matematika di Kelas X SMK N 2 Padang Panjang dapat meningkatkan pencapaian
akhir hasil belajar siswa sebanyak 75 % pada ranah afektif dan psikomotor serta
75 % yang mencapai KKM pada ranah kognitif.
2.
Pembelajaran
Matematika
Pembelajaran merupakan
upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal (Suherman, 2003:7). Pembelajaran akan terjadi jika
ada interaksi antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa. agar interaksi
tercipta dengan baik, maka guru harus menjalankan fungsinya sebagai
fasilitator.
Salah satu sasaran
pembelajaran adalah membangun gagasan sainstifik setelah siswa berinteraksi
dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya (dalam Hamdani, 2011:23).
Pada dasarnya, semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan awal yang sudah
terbangun dalam wujud skemata. Dari pengetahuan awal dan pengalaman yang ada,
siswa menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya dalam rangka
mengkonstruksi interpretasi pribadi serta makna-maknanya. Makna dibangun ketika
guru memberikan permasalahan yang relevan dengan pengetahuan pengalaman yang
sudah ada sebelumnya, memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri. Untuk membangun makna tersebut, proses belajar mengajar berpusat
pada siswa.
Gagne mengemukakan dalam
Suherman (2003:33) bahwa :
Belajar matematika ada dua objek yang diperoleh siswa yaitu objek langsung
dan objek tak langsung. Objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan
aturan. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan
masalah, belajar mandiri dan mengetahui bagaimana mestinya belajar.
Berdasarkan teori diatas
dapat kita ketahui bahwa pada saat belajar matematika siswa akan menemukan
beberapa fakta, keterampilan, konsep dan aturan tertentu. untuk dapat
berinteraksi dengan keadaan tersebut, siswa harus memiliki kemampuan untuk
menyelidiki, memecahkan masalah, belajar mandiri dan mengetahui bagaimana cara
belajar yang tepat. Menurut Suherman (2003:62) menyatakan bahwa : “Dalam pembelajaran
matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi,
pendekatan, metode dan teknik yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik
secara mental, fisik maupun sosial”.
Oleh karena itu guru harus
mampu mengusahakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa
secara aktif dalam pembelajaran, menciptakan suasana belajar dengan pengalaman
yang bermakna, menggunakan masalah real dan kontekstual sebagai titik tolak
pembalajaran. Masalah-masalah real dan kontekstual dalam kehidupan sehari-hari
digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika sehingga tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai. Pendekatan yang
menggunakan masalah real dan kontekstual sebagai titik awal pengembangan ide
dan konsep matematika adalah pendekatan RME.
3.
Realistik
Mathematic Education (RME)
Realistic
Mathematics Education (RME) merupakan model
pembelajaran matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real
bagi kehidupan siswa. Pembelajaran
matematika realistic atau Realistic
Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran
matematika yang dikembangkan Freudenthal tahun 1905 – 1990 yang
berasal dari Belanda. Gagasan
pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik ini tidak hanya populer di
negeri Belanda saja, melainkan banyak mempengaruhi kerja pendidik matematika di
berbagai belahan dunia.
Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans
Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) yang harus dikaitkan dengan realitas (Suherman, 2003: 146). Ini berarti
matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata
sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa.
Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini
dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat
dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh
prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan
proses penemuan kembali
menggunakan konsep matematisasi.
Hans Freudenthal (dalam Shadiq, 2010:8) menyatakan bahwa :
Siswa tidak bisa dianggap
sebagai penerima pasif dari pembelajaran Matematika, namun pembelajaran
matematika hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali
pengetahuan matematika dengan memanfaatkan berbagai kesempatan dan situasi
nyata yang dialami.
Dalam RME siswa
belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual, proses ini disebut
horizontal matematisasi (Treffers dalam Fauzan, 2006:6). Hal ini sesuai dengan
rambu-rambu pada latar belakang Standar Isi pada Permen Diknas No. 22 tahun
2006 (dalam Shadiq, 2010:2) menyatakan bahwa “Dalam setiap kesempatan,
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (Contextual Problem).
Pada mulanya siswa
akan memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka sendiri).
Setelah beberapa waktu, yaitu setelah siswa terbiasa dengan proses-proses
pemecahan yang serupa, mereka akan menggunakan suatu algoritma. proses yang
dilalui siswa sampai mereka menemukan algoritma disebut vertikal matematisasi.
De Lange (dalam Fauzan, 2006:7) menyatakan bahwa : Beranjak dari proses
matematisasi, proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika berawal
dari dunia nyata dan pada akhirnya kita juga perlu untuk merefleksikan
hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika kembali ke alam nyata”.
Gravemeijer (dalam Tarigan,
2006:6) menyatakan bahwa :
Pembelajaran matematika realistik memliki 5
karakteristik diantaranya :
1.
Penggunaan konteks : Proses
pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kontekstual.
2.
Instrumen vertikal : Konsep
atau ide matematika direkonstruksikan oleh siswa melalui model-model instrument
vertikal yang bergerak dari prosedur informasi ke bentuk formal.
3.
Konstribusi siswa : Siswa aktif
mengkonstruksikan sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan
lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan
cara masing-masing.
4.
Kegiatan interaktif : Kegiatan
belajar bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan
negosiasi antar siswa.
5.
Keterkaitan topik :
Pembelajaran suatu bahan matematika terkait berbagai topik matematika secara
terintegrasi.
Gravemeijer (dalam
Fauzan, 2006:7) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran dengan pendekatan RME
yaitu :
1.
Penemuan kembali
secara terbimbing (Guided Reinvention)
Prinsip ini
menginginkan bahwa dalam RME, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru
di awal pembelajaran, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang
sama dalam membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep
secara matematika. Maksudnya siswa mengalami proses dimana siswa diberikan
kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan matematisasi
prosedur-prosedur pemecahan masalah yang sama, serta konsep-konsep atau hasil
seperti pakar-pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep matematika.
2.
Fenomena Didaktik (Didactical
Phenomenology)
Prinsip ini terkait
dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran yang menekankan pentingnya masalah
kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa.
topik-topik ini dipilih dengan pertimbangan :
a)
Aspek kecocokan
aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran, dan
b)
Kecocokan dampak
dalam proses reinvention, artinya prosedur, aturan dan model matematika
yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru,
tetapi siswa harus berusaha menemukan dari penyelesaian masalah kontekstual.
3.
Permodelan (Emerging
Models)
Melalui pembelajaran
dengan pendekatan RME, siswa mengembangkan model mereka sendiri sewaktu memecahkan
soal-soal kontekstual. Pada awalnya, siswa akan menggunakan model pemecahan
yang informal (model of). Setelah terjadi interaksi dan diskusi di kelas, salah
satu pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal
(model for).
Dari uraian diatas
dapat dilihat bahwa Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan
masalah-masalah kontekstual (contextual problem) sebagai langkah awal
proses pembelajaran matematika. Dalam Realistic Mathematics Education (RME) siswa diminta untuk mengorganisasikan dan mengidentifikasikan aspek-aspek
matematika yang terdapat pada masalah kontekstual. Dan juga kepada para siswa
diberikan kebebasan penuh untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan
menyelesaikan masalah kontekstual tersebut menurut caranya sendiri, berdasarkan
pengalaman atau pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Kemudian dengan atau
tanpa bantuan guru, siswa diharapkan dapat mengkontruksikan fakta, defenisi,
konsep dan prinsip dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru pada awal
pembelajaran.
a.
Tahap-Tahap
Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan RME
Menurut Irwan Hadi
(Irzani, 2009:27), pengajaran matematika
dengan pendekatan realistik meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1.
Pendahuluan
-
Memulai pelajaran dengan
mengajukan masalah (soal) yang ‘riil’ bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan
tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara
bermakna.
-
Permasalahan yang
diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
pelajaran tersebut.
2.
Pengembangan
-
Siswa mengembangkan atau
menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap masalah atau persoalan
yang diajukan.
-
Pengajaran berlangsung
secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban
yang diberikan, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban
temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang
lain.
3.
Penutup/Penerapan
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap
hasil pelajaran.
b.
Kelebihan dan Kerumitan
Penerapan RME
Suwarsono dalam
Tutiarny (dalam Warsita, 2012:17) mengemukakan beberapa kelebihan dari RME,
antara lain yaitu :
a.
Pendekatan RME memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara
matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan
matematika pada umumnya bagi manusia.
b.
Pendekatan RME memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah
suatu bidang kajian yang dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak
hanya oleh mereka yan disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.
RME memberikan pengertian yang
jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesian suatu soal atau
masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan
yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalakan
orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.
Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang lain, akan bisa
diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses
penyelesaian soal atau masalah tersebut.
d.
RME memberikan pengertian yang
jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses
pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu
(misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
e.
Pendekatan RME, mendetail dan
operasion seperti yang sudah dikembangkan oleh tim dari Fruedenthal Institut.
Berdasarkan
kelebihan diatas maka RME sangat baik diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Namun dengan adanya persyaratan-persyaratan tertentu yang diinginkan RME, maka
hal itu akan menimbulkan kerumitan yang terkait dengan upaya implementasi RME
di dalam kelas.
Selanjutnya Irzani (2009:32) mengemukakan
beberapa kerumitan penerapan RME dalam kelas antara lain :
a. Metode/pembelajaran ini memakan waktu yang cukup banyak.
b. Dapat menghambat cara berpikir siswa karena kebiasaannya menerima imformasi
terlebih dahulu dari guru sehingga siswa masih kesulitan menemukan sendiri
jawabannya.
c. Menimbulkan kejanggalan pada siswa yang pandai karena kadang-kadang tidak
sabar menanti temannya yang belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
e. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam
evaluasi/memberi nilai.
Walaupun pada
pendekatan RME terdapat kerumitan-kerumitan dalam upaya penerapnnya, menurut
peneliti kerumitan-kerumitan yang dimaksud hanya bersifat sementara (temporer).
Kendala-kendala itu akan dapat teratasi jika pendekatan RME sering diterapkan.
dan juga hal ini sangat tergantung pada upaya dan kemauan serta kreativitas
guru, siswa dan personal pendidik lainnya untuk mengatasinya. menerapkan suatu
pendekatan pembelajaran yang baru, tentu akan terdapat kerumitan-kerumitan
diawal penerapannya, tetapi sedikit demi sedikit itu akan teratas jika sudah
terbiasa menggunakannya.
Indikator Realistic
Mathematics Education (RME) dalam
penelitian ini adalah :
a.
Tahap penggunaan
konteks : pada tahap ini peneliti memberikan stimulus dengan mengajukan
permasalahan kontekstual, memberi pertanyaan dari permasalah tersebut untuk
mengeksplorasi pengetahuan siswa tentang apa saja yang telah dipalajari
b.
Tahap instrument
vertikal : pada tahap ini peneliti meminta siswa memodelkan masalah ke dalam
kalimat matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME)
c.
Tahap konstribusi
siswa : di tahap ini peneliti meminta siswa memberikan alasan tentang model
matematika yang dibuat siswa dan memberikan respon
d.
Tahap interaktif : tahap
ini peneliti meminta siswa berkelompok mengerjakan LKS yang telah dibagikan dan
peneliti menjelaskan istilah serta konsep yang ditemui siswa setelah
mengerjakan LKS
e.
Tahap keterkaitan
topik : peneliti memberikan soal latihan untuk melihat sampai mana kemampuan
siswa memahami konsep yang telah didapatnya.
4.
Lembar Kerja
Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa (student worksheet) adalah
lembaran-lembaran yang dapat digunakan siswa untuk pedoman dalam proses
pembelajaran, yang berisi tugas-tugas sebagai latihan ataupun informasi bagi
siswa. Sebagaimana yang diungkapkan Hamdani (2011 : 74), “Lembar kerja siswa
berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal
(pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa”. Dengan lembar kerja siswa
(LKS) siswa akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan mengerjakan
tugas-tugas tertulis.
Umumnya LKS paling tidak memuat judul, kompetensi dasar
yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan atau bahan untuk menyelesaikan
tugas, informasi lengkap, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan dan laporan
yang harus dikerjakan.
Penggunaan lembar
kerja siswa (LKS) sangat baik dipakai untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Selain
itu LKS dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep
(menyampaikan konsep baru) atau tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari
penanaman konsep) karena LKS dirancang untuk membimbing siswa mempelajari
topik.
Indikator LKS dalam penelitian ini adalah :
a.
Mampu memecahkan masalah yang diberikan
b.
Mampu menyimpulkan konsep yang ditemukan dari permasalahan yang diajukan
c.
Mampu menerapkan konsep yang didapat kedalam pemecahan masalah lainnya.
5.
Hasil Belajar
Matematika Siswa
Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh siswa
setelah melakukan kegiatan belajar. Menurut Sudjana (2001:22) “Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya”. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dan
suatu proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya hasil belajar siswa
bergantung pula pada proses belajar dan proses mengajar guru. Dengan demikian
hasil belajar merupakan objek penelitian yang pada hakekatnya menilai penguasan
siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional.
Penilaian hasil belajar dapat dilihat dari aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Sebagaimana Bloom (Sudjana, 2001:22) mengklasifikasikan
hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu :
1.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom (Sudjana, 2001:23) Ranah
kognitif terdiri dari :
a. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala,
rumus-rumus dan sebagainya.
b. Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah di ketahui dan di ingat.
c. Aplikasi atau penerapan adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan
atau menggunakan metode umum, tata cara ataupun metode-metode, dan sebagainya.
d. Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian kecil
dan mampu memahami hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain.
e. Sintesis adalah kemampuan berpikir yang
merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis.
f. Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk
membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai ,ide-ide.
Penilaian hasil belajar pada ranah kognitif pada
penelitian ini dilakukan dengan pre-test dan post test. Dan penilaian yang
akan diberikan adalah tes tertulis.
2.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap
dan nilai. Menurut Krathwohl (Sudjana, 2001:29) ranah afektif terbagi atas:
a. Penerimaan adalah kepekaan seseorang dalam
menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada dirinya dalam bentuk
masalah atau situasi.
b. Jawaban atau reaksi adalah partisipasi aktif
c. Penilaian adalah memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek.
d. Organisasi adalah mempertemukan perbedaan
nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal.
e. Internalisasi adalah keterpaduan semua system
nilai yang telah di miliki seseorang.
Ranah afektif yang akan dinilai pada penelitian ini adalah :
a.
Siswa menghargai guru pada
saat proses pembelajaran berlangsung
b.
Kemauan siswa dalam mempelajari dan
mengerjakan LKS yang diberikan guru
c.
Kemauan siswa untuk
bekerjasama dengan teman dalam mengerjakan tugas berkelompok
d.
Kemauan untuk menerapkan hasil
pelajaran.
e.
Keberanian siswa mengemukakan pendapat dan bertanya pada guru apabila
mengalami kesulitan.
3.
Ranah Psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan. Menurut Sudjana (2001:30) ada enam tingkatan keterampilan, yaitu:
a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan
yang tidak sadar)
b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c. Kemampuan perceptual termasuk didalamnya
membedakan visual.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,
keharmonisan, dan ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill mulai dari keterampilan
sederhana sampai keterampilan yang kompleks
f. Kemampuan berkenaan dengan komunikasi.
Ranah psikomotoris yang akan
diamati pada penelitian ini adalah:
a.
Keterampilan menggambar grafik himpunan penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear yang telah
disusun dalam model matematika
b.
Kerapian dalam menggambar grafik himpunan penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear yang telah
disusun dalam model matematika
c.
Terampil dalam menyelesaikan soal-soal mengenai materi
yang dipelajari.
Tujuan penilaian hasil belajar
adalah untuk mengetahui apakah materi yang sudah diberikan sudah dipahami oleh
siswa dan apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum.
Dari uraian di atas maka penilaian hasil
belajar yang akan diamati dalam penelitian ini difokuskan pada ranah kognitif
melalui nilai pre-test dan posttest, pada ranah afektif dan psikomotor berupa lembar
observasi.
B.
Penelitian Yang
Relevan
1.
Penelitian Yulfa
(2004) dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran RME Terhadap
Motivasi Belajar Matematika”.
Efektifitas
dalam penelitian ini
menyangkut meningkatnya
motivasi siswa dalam belajar Matematika dengan
penggunaan pendekatan RME. Hasil penelitian ini adalah pendekatan RME memberikan dampak yang positif terhadap motivasi siswa dalam belajar matematika di kelas VIII SMP N 3 Padang.
2.
Penelitian Hadi
Dalam penelitiannya yang dilaksanakan di Yogyakarta dengan
mengambil sampel siswa-siswi SMP ditemukan hasil positif dalam penggunaan pendekatan RME dalam pembelajaran matematika, yaitu siswa
menjadi lebih termotivasi, aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar
disebabkan oleh materi yang menarik yang dilengkapi dengan gambar-gambar dan
cerita. Siswa juga menunjukan kemajuan dalam belajar matematika yang ditunjukan
dengan pemahaman konsep matematika yang mereka pelajari dan peningkatan skor
yang mereka peroleh dari pretes ke postes.
C.
Kerangka
Konseptual
Salah satu faktor
yang menyebabkan hasil belajar siswa yang
rendah antara lain disebabkan karena pada proses pembelajaran matematika
berlangsung secara mekanistik artinya hafalan, sehingga siswa tidak dapat memecahkan masalah dengan konsep
matematika yang dipelajari. Akibatnya siswa belajar tidak lebih dari mengingat
dan kemudian melupakan fakta-fakta dan konsep dari suatu pembelajaran dan tidak
dapat menerapkan dalam dunia nyata.
Pembelajaran dengan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu
tipe pembelajaran yang berpusat pada siswa dan terkait dengan dunia nyata
dimana dalam pendekatan pembelajaran ini menekankan pada pemahaman konsep dan
pemecahan masalah dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Untuk mengetahui apakah efektif pembelajaran menganggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor maka akan dilakukan tes
hasil belajar.
Siswa
|
Pretest ( X1 )
|
Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME)
|
Posttest ( X2 )
|
Hasil Belajar Ranah Afektif
|
Hasil Belajar Ranah Kognitif
|
Hasil Belajar Ranah Psikomotor
|
Statistik
inferensial
|
Statistik
Deskriptif
|
Kesimpulan
|
Gambar 2.1
Sistematika Kerangka Konseptual Pembelajaran dengan
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
D.
Hipotesis
Hipotesis pada penulisan
ini adalah “Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) efektif
terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas X di SMK N 2 Padang
Panjang”.
27
|
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis dan
Rancangan Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk melihat efektifitas
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap peningkatan hasil
belajar matematika siswa. Untuk mencapai tujuan itu maka penulis mengambil jenis penelitian
yaitu penelitian eksperimen. Menurut Lufri (2007:60) mengungkapkan bahwa “Penelitian eksperimen adalah penulisan yang mengadakan perlakuan (manipulasi)
terhadap variabel penulisan (variabel bebas) menggunakan dua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas control”.
2.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian
yang digunakan dalam penulisan ini adalah One Group
Pretest-Posttest Design. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian One Group Pretest-Posttest Design
Kelas
|
Pretest
|
Treatment
|
Posttest
|
Eksperimen
|
Keterangan :
:
|
Pretest
|
|
:
|
Pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
|
|
:
|
Hasil belajar siswa pada ranah kognitif (posttest)
|
(Suryabarata : 2011, 102)
B.
Populasi dan
Sampel
1.
Populasi
Menurut Arikunto (2006:130) ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMK Negeri 2 Padang Panjang Tahun Pelajaran
2012/2013 yang terdiri dari 8 kelas dengan jumlah siswa setiap kelas dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 3.2
Populasi Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Padang Panjang
Tahun 2012/2013
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
X-RPL 1
|
33
|
X-RPL 2
|
34
|
X-RPL 3
|
32
|
X-TKJ 1
|
33
|
X-TKJ 2
|
35
|
X-TKJ 3
|
34
|
X-MM 1
|
34
|
X-MM 2
|
33
|
Sumber: Guru mata pelajaran
matematika SMK N 2 Padang Panjang
2.
Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti (Arikunto:2002). Sampel yang dipilih haruslah representative
yaitu menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu populasi. Sesuai
dengan pendekatan yang
digunakan maka dibutuhkan satu kelas
sampel, untuk menentukan keefektifan
pendekatan yang dipakai. Penentuan sampel dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Mengumpulkan nilai ujian
semester 1 mata pelajaran matematika siswa kelas X SMK Negeri 2 Padang Panjang tahun pelajaran 2012/2013.
b.
Melakukan analisa hasil ujian
tersebut dengan menggunakan uji homogenitas. Uji homogenitas yang
digunakan adalah uji Bartlet, menurut
Usman (2006:137) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Rumuskan Hipotesis
( terdapat salah
satu varians yang tidak sama )
2.
Menentukan
variansi gabungan dari semua sampel dengan rumus:
dimana
3.
Hitung
harga satuan Barlett
4.
Cari
dengan rumus :
5.
Menetapkan tingkat
signifikansi α = 0,05
6.
Cari
dengan rumus :
dimana dk = banyak kelompok - 1
Dengan menggunakan tabel
didapat
7.
Bandingkan
dengan
8.
Tarik kesimpulan
Jika
,
diterima dan
ditolak
Jika
,
ditolak dan
diterima
c.
Populasi
Siswa kelas X
SMK N 2 Padang Panjang tahun pelajaran 2012/2013
|
Kerangka sampel
|
Teknik sampling
Random sampling
|
Prosedur
Undian berupa gulungan
kertas kecil yang berisikan nomor random yang sesuai dengan kerangka
sampel
|
Menentukan ukuran sampel
Diambil satu
kelas
|
Unit sampling
Kelas yang
terambil pertama adalah kelas eksperimen
|
Gambar 3.1 : Skematik kerangka sampling
C.
Variabel
Variabel adalah
objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Arikunto,
2002:118). Berdasarkan rumusan masalah, maka yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel bebas
Menurut Lufri
, “Variabel Bebas adalah variabel penyebab atau yang mempengaruhi
variabel terikat”. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME).
b. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas. Yang menjadi variabel terikat pada penelitian
ini adalah hasil belajar siswa pada ranah kognitif yang didapat dari hasil
posttest.
D.
Jenis Data dan
Sumber Data
1.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini terdiri dari
data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer adalah data yang langsung diambil
dari sampel yang diteliti. Dalam hal ini, data primer yaitu data hasil belajar siswa pada ranah afektif.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari pihak lain. Yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah jumlah
siswa yang menjadi populasi dan nilai matematika semester 1 kelas X SMK N 2
Padang Panjang.
2.
Sumber Data
a. Seluruh siswa kelas X SMK Negeri 2 Padang Panjang Tahun Pelajaran 2012/2013 yang
menjadi sampel untuk memperoleh data primer.
b. Tata Usaha SMK Negeri 2 Padang Panjang
untuk memperoleh data siswa kelas X SMK Negeri Padang Panjang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2012/2013.
E.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini
dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap pelaksanaan dan tahap
akhir.
1. Tahap awal
Hal-hal yang dilakukan pada tahap awal
adalah :
a. Menetapkan materi
dan tempat penelitian
b. Mengajukan surat permohonan penelitian
c. Konsultasi dengan guru bidang studi yang
bersangkutan
d. Menetapkan populasi
dan sampel
e. Menetapkan rencana
jadwal kegiatan penelitian
f. Mempersiapkan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS)
g. Membuat soal pretest
h. Mempersiapkan lembar observasi pada ranah
afektif dan psikomotor siswa
i.
Mempersiapkan soal tes hasil belajar yang
akan diberikan di akhir proses pembelajaran
j.
Mempersiapkan instrumen penelitian berupa soal tes beserta kunci jawaban
2. Tahap pelaksanaan
Adapun hal yang akan
dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah :
a. Melaksanakan pretest
b. Pelaksanaan
penelitian dengan pendekatan Realistic
Mathematic education (RME).
c. Melaksanakan
posttest
3. Tahap akhir
Tahap akhir dari
penelitian ini meliputi tes akhir materi yang telah diberikan (tes tertulis)
pada kelas sampel, melakukan analisis hasil ujian dan menulis laporan hasil
penelitian.
F.
Instrumen Penelitian
Untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan ini digunakan beberapa
instrumen penulisan. Instrumen penulisan yang baik adalah instrumen yang valid dan reliabel.
Instrumen yang digunakan dalam penulisan ini adalah:
1.
Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa.
Pada lembar observasi penulis ingin mengetahui perkembangan hasil belajar siswa pada ranah afektif dan ranah psikomotor selama
proses pembelajaran berlangsung. Tahapan yang dinilai pada lembar observasi
pada ranah afektif adalah sebagai berikut :
a.
Siswa menghargai guru pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
b.
Kemauan siswa dalam mempelajari dan mengerjakan LKS yang
diberikan guru.
c.
Bekerjasama dengan teman dalam mengerjakan tugas
berkelompok.
d.
Kemauan menerapkan hasil pembelajaran.
e.
Keberanian siswa mengemukakan pendapat dan bertanya pada
guru apabila mengalami kesulitan.
Tahapan yang dinilai pada lembar observasi pada ranah psikomotor
adalah sebagai berikut :
a.
Keterampilan menggambar grafik himpunan penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear yang telah
disusun dalam model matematika
b.
Kerapian dalam menggambar grafik himpunan penyelesaian dari sistem pertidaksamaan linear yang telah
disusun dalam model matematika
c.
Terampil dalam menyelesaikan soal-soal mengenai materi
yang dipelajari.
2.
Tes Hasil Belajar (Pretest - Post Test)
Tes hasil belajar yang diberikan
berbentuk tes essay dengan tujuan dapat melihat kemampuan masing-masing siswa. Materi yang diujikan dalam tes sesuai dengan
materi yang diberikan selama penulisan. Untuk
mendapatkan tes yang baik, langkah-langkahnya adalah:
a.
Validitas Tes
Untuk mendapatkan tes yang valid dilakukan langkah-langkah sebagai berikut
:
1) Membuat Kisi-Kisi Tes
Kisi-kisi tes hasil belajar dibuat dengan berpedoman kepada kurikulum,
silabus dan indikator.
2) Menyusun Tes sesuai dengan Kisi-Kisi Tes
Tes disusun berdasarkan materi yang diberikan selama penulisan dan berpedoman
pada kurikulum KTSP serta disesuaikan dengan kisi-kisi yang telah dibuat.
3)
Uji Coba Tes
Menurut Suryabrata (2003:56) ”Bahwa syarat utama uji coba adalah
karakteristik subjek uji coba harus sama dengan karakteristik subjek penulisan”.
Sebelum tes diberikan kepada siswa kelas sampel, maka terlebih dahulu tes diuji
cobakan pada sejumlah siswa. Pada penulisan ini uji coba dilaksanakan di sekolah
yang sama di kelas yang siswa dan guru
yang berbeda dengan kelas sampel serta dengan pertimbangan bahwa siswa yang
diberi uji coba soal mempunyai tingkat kemampuan yang sama dengan siswa kelas
sampel
4) Validitas Tes
Validitas
isi dari suatu tes hasil belajar adalah Validitas yang
diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusurun atau pengujian terhadap
isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah
validitas yang ditilik dari segi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap
keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan. Anas Sudijono
( 2005: 164)
Untuk menentukan validitas
masing-masing item digunakan rumus korelasi Product Moment yang terdapat dalam Arikunto (2006:170) sebagai
berikut :
Keterangan :
rxy = Koofisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X = Jumlah skor setiap item
Y =
Skor total dari anggota sampel
N =
Jumlah sampel
Tabel 3.3
Kriteria koefisien korelasi
Besarnya Reliabilitas
|
Kriteria
|
0,80 < r11 ≤ 1,00
0,60 < r11 ≤ 0,80
0,40 < r11 ≤ 0,60
0,20 < r11 ≤ 0,40
0,00 < r11 ≤ 0,20
|
sangat tinggi
tinggi
sedang
rendah
sangat rendah
|
Sumber: Arikunto (2006:75)
Koefisien korelasi dikatakan baik atau tinggi bila mendekati angka satu. Kriteria yang digunakan adalah makin kecil
indeks yang diperoleh, maka sangat rendah tingkat ketepatan soal tersebut
Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh makin tinggi tingkat ketepatan
terhadap soal tersebut.
b.
Analisis Soal Tes
Untuk melihat kualitas tes yang baik, maka
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Daya Pembeda
Untuk mengetahui daya pembeda soal
essay dapat digunakan rumus yang dikemukakan oleh Prawironegoro (1985:11) sebagai berikut :
Keterangan
:
Ip = Indeks pembeda soal
Mt = Rata-rata kelompok tinggi
Mr = Rata-rata kelompok Rendah
=
Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendah
n = 27 % x N
N = Banyak peserta tes
Suatu soal mempunyai daya pembeda yang signifikan jika Ip hitung > Ip tabel dengan derajat kebebasan
df = (nt – 1) + (nr – 1) dimana nt = nr = n = 27 %
N
2.
Indeks
Kesukaran Soal
Sebagaimana diketahui
bahwa jawaban untuk butir-butir soal tes bentuk essay tidak ada yang salah
mutlak. Derajat kebenaran
jawaban-jawaban tersebut akan berperingkat sesuai dengan mutu
masing-masing. Untuk menentukan tingkat kesukaran soal bentuk essay digunakan
rumus yang dikemukakan oleh Prawironegoro
(1985:14) sebagai berikut :
Keterangan :
= Indeks kesukaran
= Jumlah skor dari kelompok tinggi
= Jumlah skor dari kelompok rendah
m = Skor
setiap soal jika benar
n =
27% x N
N = Banyak
test
Klasifikasi tingkat kesukaran soal adalah
sebagai berikut :
a.
Jika indeks kesukaran suatu soal adalah
< 27% maka
soal itu sukar.
b.
Jika indeks kesukaran suatu soal adalah 27%
73% maka soal
itu sedang.
c.
Jika indeks kesukaran suatu soal adalah 73%
<
maka soal itu
mudah.
3.
Kriteria penerimaan soal
Menurut Prawironegoro (1985:16) kriteria penerimaan soal terdiri
atas :
a. Soal (item) yang baik akan tetap dipakai jika item tersebut,
signifikan dan
0% <
< 100%.
b. Soal (item) diperbaiki, jika :
1.
signifikan dan
= 100% atau
= 0%
2.
tidak signifikan dan 0% <
< 100%
c. Soal (item) diganti, jika
tidak
signifikan dan
= 100% atau
= 0%.
4.
Reliabilitas Tes
Reliabilitas tes adalah
suatu ukuran apakah tes tersebut dapat dipercaya/tidak. Suatu tes dikatakan reliabel
apabila beberapa kali pengujian menunjukkan hasil yang relatif sama. Untuk
menentukan reliabilitas soal essay dapat digunakan rumus Alpha terdapat dalam
Anas Sudijono sebagai berikut :
keterangan :
r11 = reliabilitas tes
n = banyaknya butir soal
1 = Bilangan Konstan
= Jumlah varian skor dari tiap – tiap butir item
= Varian Total.
Dengan
dengan reliabilitas :
a) Jika r11 =1 sempurna
b) Jika 0,80 < r11
1,00, sangat tinggi.
c) Jika 0,60 < r11
0,80, tinggi.
d) Jika 0,40 < r11
0,60, sedang.
e) Jika 0,20 < r11
0,40, rendah.
f) Jika 0,00 < r11
0,20, sangat rendah.
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, maka
sangat rendah tingkat kepercayaan soal tersebut Sebaliknya, makin besar indeks
yang diperoleh makin tinggi tingkat kepercayaan terhadap soal tersebut.
G.
Teknik
Analisis Data
Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan proses analisis melalui
langkah berikut:
1.
Lembar observasi ranah afektif dan ranah
psikomotor
Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi hasil belajar
siswa pada ranah afektif dan psikomotor. Pengisian lembar observasi dilakukan
dengan membuatkan skor
masing-masing siswa dari rentang 1 sampai 4. Data hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotor yang diperoleh
melalui lembar observasi kemudian dianalisis dengan menggunakan persentase yang
dikemukakan oleh Sudjana (2001:132) yaitu:
Tabel 3.4
Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Pada Ranah Afektif
No
|
Kegiatan siswa
|
Skor
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1
|
Perhatian siswa
terhadap apa yang dijelaskan oleh guru
|
|||||
2
|
Kemauan siswa dalam mepelajari LKS dan
mengerjakan LKS
|
|||||
3
|
Kerjasama dalam kelompok
|
|||||
4
|
Kemauan untuk
menerapkan hasil pelajaran.
|
|||||
5
|
Keberanian siswa mengemukakan pendapat dan bertanya pada guru
|
|||||
Keterangan :
Skor
1 :
|
Hasil belajar dinilai kurang
apabila siswa melaksanakan hanya sekedarnya saja dan masih bermain-main
|
Skor
2 :
|
Hasil belajar dinilai cukup
apabila siswa melaksanakannya tidak terlalu serius
|
Skor
3 :
|
Hasil belajar dinilai baik apabila
guru melaksanakannya dengan benar
|
Skor 4 :
|
Hasil
belajar dinilai baik sekali apabila guru melaksanakannya
|
Tabel 3.5
Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Pada Ranah Psikomotor
No
|
Kegiatan siswa
|
Skor
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Keterampilan
menggambar grafik himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan
linear yang telah disusun dalam bentuk matematika dari permsalahan program
linear.
|
||||
2
|
Kerapian
dalam menggambar grafik himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan
linear yang telah disusun dalam bentuk matematika dari permsalahan program
linear.
|
||||
3
|
Terampil
dalam menyelesaikan soal-soal mengenai materi yang dipelajari
|
Keterangan :
Skor
1 :
|
Hasil belajar dinilai kurang
apabila siswa melaksanakan hanya sekedarnya saja dan masih bermain-main
|
Skor
2 :
|
Hasil belajar dinilai cukup
apabila siswa melaksanakannya tidak terlalu serius
|
Skor
3 :
|
Hasil belajar dinilai baik apabila
guru melaksanakannya dengan benar
|
Skor 4 :
|
Hasil
belajar dinilai baik sekali apabila guru melaksanakannya
|
2. Hasil Belajar
a. Ranah Afektif dan Psikomotor
Hasil belajar pada ranah afektif dan
psikomotor dikatakan efektif apabila pencapaian akhir hasil belajar siswa meningkat
sebanyak 75 %.
Untuk menghitung persentase hasil belajar
siswa yaitu :
b. Ranah Kognitif
Analisis
hasil belajar dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis. Hipotesis akan diuji
dengan uji-t. Adapun langkah-langkah uji
hipotesis adalah sebagai berikut (Sudjana, 2005 :239) :
1)
Menetapkan hipotesis
H0 : Tidak efektif, 75 % siswa tidak mencapai
KKM
H1 : Efektif, 75 % siswa mencapai KKM
2)
Menetapkan taraf signifikan
3)
Menetapkan daerah kritis (daerah dimana
ditolak)
atau
Nilai
atau
diperoleh dari tabel
distribusi normal
4)
Perhitungan :
Untuk menentukan
persentase siswa yang tuntas maka dilakukan perhitungan dengan rumus :
Sedangkan untuk
menghitung statistik
uji yang digunakan adalah uji-t yaitu :
Dengan :
dan
Keterangan :
Md = Mean dari perbedaan
pre-test dengan post-test
xd = Deviasi masing-masing
subjek (d – Md)
= Jumlah kuadrat deviasi
N = Subjek pada sampel
d.b. = ditentukan dengan N-1
(Arikunto, 2006:306)
Untuk
hitung berada di luar daerah
penerimaan hipotesis nol maka hipotesis satu
diterima. Hal ini berarti pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) efektif digunakan karena
75 % siswa mencapai KKM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar